Pengertian PERDA – Perumusan, Pembahasan, Pengesahan dan Jenis
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan pelaksanaan dari perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Namun, ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja Undang- Undang tetapi mencakup pula Peraturan Perundang-undangan lainnya, selain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara umum dapat dikemukakan adanya empat kemungkinan faktor yang menyebabkan norma hukum dalam undang-undang atau peraturan perundang-undangan dikatakan berlaku.
Peraturan perundang-undangan dalam konteks negara Indonesia, adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pengertian Perda
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/walikota). Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah terdiri atas:
- Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi.
Perumusan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau walikota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Draf Raperda pada dasarnya adalah kerangka awal yang dipersiapkan untuk mengatasi masalah sosial yang hendak diselesaikan.
Apapun jenis peraturan daerah yang akan dibentuk, maka rancangan perda tersebut harus secara jelas mendiskripsikan tentang penataan wewenang (regulation of authority) bagi lembaga pelaksana (law implementing agency) dan penataan perilaku (rule of conduct /rule of behavior) bagi masyarakat yang harus mematuhinya (rule occupant). Secara sederhana harus dapat dijelaskan : siapa lembaga pelaksana aturan, kewenangan apa yang diberikan padanya, perlu tidaknya dipisahkan antara organ pelaksana peraturan dengan organ yang menetapkan sanksi atas ketidak patuhan, persyaratan apa yang mengikat lembaga pelaksana, apa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada aparat pelaksana jika menyalahgunakan wewenang.
Rumusan permasalahan pada masyarakat akan berkisar pada siapa yang berperilaku bermasalah, jenis pengaturan apa yang proporsional untuk mengendalikan perilaku bermasalah tersebut, jenis sanksi yang akan dipergunakan untuk memaksakan kepatuhan. Kerangka berfikir di atas, akan menghasilkan sebuah draf tentang penataan kelembagaan yang menjadi pelaksana. Pada tingkat Kab/Kota, harus sudah dapat dijelaskan, dinas/kantor mana yang akan bertanggungjawab melaksanakan perda tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Penataan wewenang juga akan menghasilkan herarkhi kewenangan lembaga pelaksana dan lingkup tanggungjawab yang melekat padanya.
Misalnya Wewenang menandatangani ijin ada pada Bupati, tetapi lembaga yang memproses adalah Dinas, atau Kepala Dinas berwenang mengeluarkan ijin atas nama Bupati dsb. Penataan jenis perilaku akan menghasilkan, perda tentang larangan atau ijin dan perda tentang kewajiban melakukan hal tertentu atau dispensasi.
Drafter harus menjelaskan pilihan tentang norma kelakuan yang dipilihnya dengan tujuan yang hendak dicapai. Norma larangan akan menghasilkan bentuk pengaturan yang rinci tentang perbuatan yang dilarang. Jika menginginkan ada perkecualian, maka dirumuskan pula norma ijin. Konsekwensinya adalah merumuskan sistem dan syarat perijinannya.
Sistem dan syarat perijinan ini dirumuskan dengan kreteria ijin perorangan atau ijin kebendaan. Demikian juga, syarat-syarat permohonan ijin yang secara proporsional dapat dipenuhi oleh oleh pemohon.
Jika norma kelakuan dirumuskan dengan norma perintah, maka eksepsinya adalah dengan merumuskan norma dispensasi.
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/walikota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna. Terdapat dua tahap penting pembahasan draf raperda, yaitu pada lingkup tim teknis eksekutif dan pembahasan bersama dengan DPRD.
Pembahasan pada tim teknis, adalah pembahasan yang lebih merepresentasi pada kepentingan eksekutif. Oleh UU tentang perundang-undangan, diwajibkan bagi pemerintah untuk memberi kesempatan kepada semua masyarakat berpartisipasi aktif baik secara lisan maupun tulisan (Pasal 53). Pembahasan pada lingkup DPRD sangat sarat dengan kepentingan politis masing-masing fraksi.
Tim kerja di lembaga legislative dilakukan oleh komisi ( A s/d E) yang menjadi counterpart eksekutif. Pembahasan di DPRD biasanya diformat dengan tahapan, Pengantar Eksekutif pada sidang Paripurna Dewan, Pemandangan Umum Fraksi, Pembahasan dalam PANSUS (jika diperlukan), Catatan akhir Fraksi, Persetujuan anggota DPRD terhadap draf raperda.
Pengesahan
Perjalanan akhir dari perancangan sebuah draf perda adalah tahap pengesahan yang dilakukan dalam bentuk penandatangan naskah oleh pihak pemerintah daerah dengan DPRD. Dalam konsep hukum, perda tersebut telah mempunyai kekuatan hukum materiil (materiele rechtskrach) terhadap pihak yang menyetujuinya.
Sejak ditandatangani, maka rumusan hukum yang ada dalam raperda tersebut sudah tidak dapat diganti secara sepihak. Pengundangan dalam Lembaran Daerah adalah tahapan yang harus dilalui agar raperda mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada publik. Dalam konsep hukum, maka draf raperda sudah menjadi perda yang berkekuatan hukum formal (formele-rechtskrach). Secara teoritik, “semua orang dianggap tahu adanya perda” mulai diberlakukan dan seluruh isi/muatan perda dapat diterapkan.
Pandangan sosiologi hukum dan psikologi hukum, menganjurkan agar tahapan penyebarluasan (sosialisasi) perda harus dilakukan. Hal ini diperlukan agar terjadi komunikasi hukum antara perda dengan masyarakat yang harus patuh. Pola ini diperlukan agar terjadi internalisasi nilai atau norma yang diatur dalam perda sehingga ada tahap pemahaman dan kesadaran untuk mematuhinya.
Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota.
Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.
Asas Pembentukan Perda
Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
- kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
- kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
- kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan.
- dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
- kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
- kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
- keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
Di samping itu materi muatan Perda harus mengandung asas-asas sebagai berikut:
- asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
- asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
- asas kebangsaan, bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
- asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
- asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
- asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- asas keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
- asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial.
- asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
- asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
- asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.
Selain asas dan materi muatan di atas, DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Perda harus mempertimbangkan keunggulan lokal /daerah, sehingga mempunyai daya saing dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat daerahnya. Prinsip dalam menetapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menunjang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mekanisme APBD, namun demikian untuk mencapai tujuan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat daerah bukan hanya melalui mekanisme tersebut tetapi juga dengan meningkatkan daya saing dengan memperhatikan potensi dan keunggulan lokal/daerah, memberikan insentif (kemudahan dalam perijinan, mengurangi beban Pajak Daerah), sehingga dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang di daerahnya dan memberikan peluang menampung tenaga kerja dan meningkatkan PDRB masyarakat daerahnya.
Jenis-Jenis Peraturan Daerah
Berikut ini terdapat beberapa jenis-jenis peraturan daerah, terdiri atas:
1. Peraturan Mengenai Pajak Daerah
Jenis peraturan daerah yang pertama ialah peraturan mengenai pajak daerah. Ini merupakan salah satu jenis peraturan yang diperbolehkan oleh negara untuk dibuat oleh pemerintah daerah. Peraturan mengenai pajak ini penting untuk dibuat oleh pemerintah daerah mengingat pajak merupakan salah satu sumber pendapatan dari negara dan juga daerah.
2. Peraturan Mengenai Retribusi Daerah
Jenis peraturan daerah yang kedua yaitu peraturan mengenai retribusi daerah. Retribusi daerah ialah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah atas penggunaan fasilitas bersama seperti jalan, taman, air, dan lain sebagainya. Kondisi satu daerah dengan daerah yang lainnya tentu berbeda sehingga peraturan mengenai retribusi daerah penting untuk dibuat dengan semestinya.
3. Peraturan Mengenai Tata Ruang Daerah
Dalam mengatur pemerintahan di suatu daerah, tentu terdapat aspek tertentu yang sangat penting bagi keteraturan dan ketertiban di daerah tersebut. Pengaturan mengenai tata ruang merupakan suatu hal yang penting mengingat bahwa tata ruang menentukan bagaimana lalu lintas daerah akan terjadi, bagaimana akses rakyat terhadap perangkat daerah, dan lain sebagainya.
4. Peraturan Mengenai APBD
Jenis peraturan daerah yang keempat yaitu peraturan mengenai APBD. APBD ialah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Di dalamnya terdapat rencana atas akan seperti apa suatu daerah dijalankan selama satu tahun ke depan. di dalam peraturan ini, pemerintah daerah harus secara cermat merencanakan APBNnya. Setiap hal harus efektif dan efisien agar APBD dapat dipergunakan dengan sebaiknya. Pengawasan atas APBD ini merupakan salah satu tugas dan fungsi DPRD.
5. Rencana Program Jangka Menengah Daerah
Salah satu jenis peraturan daerah yaitu Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RJMP). RJMP merupakan rencana pembangunan yang dibuat oleh pemerintah daerah selama jangka menengah, yaitu sekitar 10 hingga 15 tahun. RJMP ini merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah daerah.
6. Peraturan Mengenai Perangkat Daerah
Jenis peraturan daerah yang selanjutnya yaitu peraturan mengenai perangkat daerah. Pemerintah daerah berhak untuk mengatur segala hal yang berkenaan dengan lembaga pemerintahan kabupaten, kota, dan provinsi. Pengaturan mengenai hal ini penting, mengingat setiap perangkat daerah harus diberikan pedoman akan tugas dan fungsinya.
7. Peraturan Mengenai Pemerintahan Desa
Pemerintahan desa merupakan salah satu perangkat pemerintahan daerah (bahkan negara) yang sangat penting. Maka dari itu, salah satu jenis peraturan daerah yang selanjutnya yaitu peraturan mengenai pemerintah desa. Di dalam peraturan daerah ini, terdapat pengaturan mengenai tugas dan fungsi aparat desa. Seperti yang kita ketahui bersama, setiap desa mendapatkan anggaran sebesar 1 miliar berdasarkan UU Desa. Oleh karena itu, pemerintah desa harus mengelola BUMD (Badan Usaha Milik Desa) sebagai salah satu pemanfaatan dari dana anggaran tersebut.
Daftar Pustaka:
- Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (jilid I), Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.
- Boko, Ronny Sautma Hotma, Pengantar Pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia, Bandung: Citra Adytia Bhakti, 1999.
- Erni Setyowati, dkk, Bagaimana Undang-Undang dibuat, The Asia Foundation, Jakarta: Pusat Stusi Hukum & Kebijakan Indonesia, 2003
- Prof. Dr. Yuliandri, S.H.,M.H, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011
- Armen Yasir,S.H.,M.hum, Hukum Perundang-undangan, Bandarlampung, Universitas lampung, 2007
Demikianlah pembahasan mengenai Data Mining adalah – Fungsi, Tujuan, Contoh, Metode, Proses, Teknik dan Jenis semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya.
Baca Juga :