Pengertian, Peniggalan, Ciri, Kapak Persegi
Zaman Neolitik (Batu Muda)
Pada Zaman Neolitik yang juga bisa dikatakan Zaman Batu Muda. Pada era ini telah terjadi “revolusi budaya”, yaitu perubahan pola hidup manusia. Gaya hidup mengumpulkan makanan diganti dengan pola memproduksi makanan. Hal ini sejalan dengan perubahan jenis budaya pendukung.
Di era ini, jenis Homo sapiens telah hidup sebagai pendukung budaya zaman batu baru. Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak sebagai proses menghasilkan atau memproduksi makanan. Kehidupan masyarakat dengan gotong royong mulai dikembangkan.
Hasil budaya terkenal di era Neolitik ini secara garis besar terbagi menjadi dua tahap perkembangan.
Budaya kapak persegi
Nama kapak persegi berasal dari penyebutan oleh von Heine Gelderen. Penamaan ini dikaitkan dengan bentuk alat. Kapak persegi ini berbentuk persegi panjang dan ada juga yang berbentuk trapesium. Ukuran alat ini pun bervariasi.
Kapak persegi besar sering disebut dengan beliung atau cangkul, bahkan ada yang diberi tangkai sehingga persis seperti cangkul masa kini. Sedangkan yang kecil disebut tarah atau tatah. Penyebaran alat ini terutama di wilayah kepulauan Indonesia bagian barat, seperti Sumatera, Jawa, dan Bali.
Pusat-pusat teknologi kapak persegi ini diperkirakan berada di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya (Jawa Barat), lalu Pacitan-Madiun, dan di lereng Gunung Ijen (Jawa Timur). Menariknya, di desa Pasirkuda dekat Bogor juga ditemukan batu asahan. Kapak persegi ini cocok sebagai alat pertanian.
Budaya Kapak Oval
Nama kapak lonjong ini disesuaikan dengan bentuk penampang alat ini yang berbentuk lonjong. Bentuk keseluruhan dari alat ini adalah lonjong seperti telur. Pada ujung yang lancip diletakkan tangkai dan pada ujung yang lain diruncingkan agar runcing.
Sumbu yang berukuran besar sering disebut walzenbeil dan yang kecil disebut kleinbeil. Penyebaran kapak lonjong jenis ini terutama di kawasan timur kepulauan Indonesia, misalnya di daerah Papua, Seram, dan Minahasa. Pada zaman Neolitikum, selain berkembangnya jenis kapak batu, juga ditemukan barang-barang perhiasan seperti gelang batu, serta alat-alat gerabah atau gerabah.
Perkembangan Zaman Logam
Mengakhiri zaman batu di era neolitik memulai zaman logam. Sebagai bentuk periode perundagian. Zaman logam di Nusantara sangat berbeda dengan di Eropa. Di Eropa zaman logam ini mengalami tiga fase, yaitu zaman tembaga, perunggu, dan besi. Di Nusantara hanya mengalami Zaman Perunggu dan Besi.
Zaman Perunggu adalah fase yang sangat penting dalam sejarah. Beberapa contoh benda budaya perunggu antara lain: kapak corong, nekara, moko, aneka barang perhiasan. Beberapa benda budaya zaman logam juga terkait dengan praktik keagamaan, misalnya nekara.
Baca juga: Ki Hajar Dewantara – Biografi, Pendidikan dan Motto
Ciri-Ciri Zaman Batu Neolitik (Zaman Batu Muda)
Jejak Puisi
Pada Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru), kehidupan masyarakat mengalami kemajuan. Manusia tidak hanya hidup menetap tetapi juga bercocok tanam. Periode ini penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban karena pada periode ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber daya alam dipercepat. Berbagai macam tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan dijinakkan. Hutan belukar mulai dikembangkan, untuk membuat ladang. Dalam kehidupan bercocok tanam ini, manusia telah menguasai lingkungan alam beserta isinya.
Pada masa bercocok tanam ini, masyarakat tinggal di pemukiman yang dibangun secara tidak beraturan. Awalnya rumah mereka kecil, berbentuk bulat dengan atap daun. Rumah ini dianggap gaya rumah tertua di Indonesia yang masih dapat ditemukan di Timor, Kalimantan Barat, Nicobar dan Andaman. Kemudian hanya bentuk yang lebih besar yang dibangun dengan menggunakan tiang. Rumah ini berbentuk persegi panjang dan dapat menampung beberapa keluarga inti. Rumah-rumah itu mungkin dibangun dekat dengan ladang mereka atau agak jauh dari ladang. Rumah itu dibangun di atas tiang-tiang untuk menghindari bahaya banjir dan binatang buas.
Karena mereka sudah tinggal menetap di satu desa, tentunya dalam membangun rumahnya mereka melaksanakannya secara bersama-sama. Gotong royong tidak hanya dilakukan dalam membangun rumah, tetapi juga dalam menebangi hutan, membakar semak, menabur benih, memetik hasil panen, membuat gerabah, berburu dan menangkap ikan.
Komunitas petani ini memiliki karakteristik yang unik. Salah satunya adalah sikap terhadap alam kehidupan adalah mati. Keyakinan bahwa roh seseorang tidak hilang ketika orang meninggal sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Upacara yang paling mencolok adalah upacara pada saat penguburan, terutama bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh masyarakat. Biasanya almarhum dibekali berbagai kebutuhan sehari-hari seperti perhiasan, periuk, dll agar perjalanan almarhum ke alam baka terjamin keselamatannya.
Jenazah seseorang yang telah meninggal dan memiliki pengaruh yang kuat biasanya diabadikan dengan cara mendirikan bangunan batu yang besar. Jadi, bangunan itu adalah media penghormatan, surga, dan simbol orang mati. Bangunan-bangunan yang dibuat dengan menggunakan batu-batu besar akhirnya melahirkan budaya yang disebut megalitik (batu-batu besar).
Kemajuan masyarakat pada zaman Neolitik ini tidak hanya dapat dilihat dari gaya hidup mereka, tetapi juga dari hasil warisan budaya mereka. Yang jelas kemampuan mereka untuk membuat alat-alat yang mereka butuhkan untuk hidup semakin meningkat. Alat yang berhasil mereka kembangkan antara lain: beliung persegi, kapak lonjong, alat obsidian, mata panah, tembikar, perhiasan, dan bangunan megalitik.
Beliung persegi banyak dijumpai hampir di seluruh kepulauan Indonesia, terutama di bagian barat seperti desa Sikendeng, Minanga Sipakka dan Kalumpang (Sulwasei), Kendenglembu (Banyuwangi), Leles Garut (Jawa Barat), dan di sepanjang jalur Bekasi, Citarum, Ciherang , dan sungai Ciparege (Rengasdengklok). . Beliung ini digunakan sebagai alat upacara.
Kapak lonjong hanya terdapat di Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi, Sangihe-Talaud, Flores, Meluku, Leti, Tanibar dan Papua. Kapak ini umumnya berbentuk lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada titik ketajamannya. Bagian penajaman diasah dari dua arah sehingga menghasilkan bentuk penajaman yang simetris.
Alat Obsidian adalah alat yang terbuat dari batu kecubung. Alat-alat obsidian ini berkembang di beberapa tempat yang terbatas, seperti: dekat Danau Kerinci (Jambi), Danau Bandung dan Danau Cangkuang Garut, Leuwiliang Bogor, Danau Tondano (Minahasa), dan sedikit di Flores Barat.
Baca juga:Kerajaan Pajang
Alat Zaman Neolitik
Di era Neolitikum, perkakas dibuat dari batu yang dipoles.
Pahat Sudut Panjang
Daerah asal budaya patung segi empat ini meliputi Cina Tengah dan Selatan, daerah Hindia Belakang hingga daerah sungai Gangga di India, kemudian sebagian besar Indonesia, Filipina, Formosa, Kepulauan Kuril dan Jepang.
Kapak persegi
Asal muasal penyebaran kapak persegi melalui migrasi orang Asia ke Indonesia. Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern berdasarkan penampang persegi panjang atau trapesiumnya. Kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan ada yang kecil. Ukurannya yang besar biasa disebut beliung dan fungsinya sebagai cangkul/cangkul. Sedangkan yang kecil-kecil disebut Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai pahat/alat pengerjaan kayu seperti pahat biasa.
Baca juga:Perang Dingin
Bahan pembuatan kapak selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu api/kalsedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari kalsedon hanya digunakan sebagai alat upacara, sebagai jimat atau sebagai simbol kebesaran. Kapak jenis ini terdapat di daerah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.
Kapak Oval
Sebagian besar kapak oval terbuat dari batu sungai, dan berwarna hitam. Bentuk kapak secara keseluruhan adalah lonjong dengan ujung yang runcing menjadi gagangnya, sedangkan ujung yang lain diasah hingga runcing. Untuk alasan ini, bentuk keseluruhan dari permukaan kapak oval telah dipertajam dengan halus.
Baca juga:Lambang ASEAN dan Maknanya
Ukuran kapak lonjong yang besar biasa disebut Walzenbeil dan yang kecil disebut Kleinbeil, sedangkan kapak lonjong fungsinya sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian kapak lonjong menyebar hingga ke Kepulauan Melanesia, sehingga para arkeolog menyebut istilah lain kapak lonjong adalah Papua Neolitikum.
Kapak Bahu
Kapak jenis ini hampir sama dengan kapak persegi, hanya saja lehernya melekat pada gagangnya. Sehingga menyerupai bentuk botol persegi. Wilayah kebudayaan kapak bahu ini terbentang mulai dari Jepang, Formosa, Filipina sampai ke barat sampai ke sungai Gangga. Namun anehnya batas selatan adalah bagian tengah Malaysia Barat. Dengan kata lain, di sebelah selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, sehingga masyarakat neolitik Indonesia tidak mengenalnya, meskipun ditemukan juga beberapa buah, yaitu di Minahasa.
Baca juga:Diakronis adalah
Perhiasan (gelang dan kalung dari batu yang indah)
Jenis perhiasan ini banyak dijumpai di daerah Jawa, terutama gelang yang terbuat dari batu-batuan indah dalam jumlah banyak, meskipun banyak yang belum dibuat. Bahan utama pembuatan benda ini dibor dengan bor kayu dan pasir digunakan sebagai alat abrasif. Selain gelang, juga ditemukan alat perhiasan lain seperti kalung yang terbuat dari batu-batuan yang indah. Untuk kalung ini, batu atau batu akik yang dicat juga digunakan.
Pakaian dari kulit kayu
Baca juga:Kerajaan Kutai
Saat ini mereka sudah bisa membuat pakaian dari kulit kayu sederhana yang telah dihaluskan. Pekerjaan membuat pakaian ini adalah pekerjaan wanita. Pekerjaan tersebut disertai dengan berbagai larangan atau pantangan yang harus dipatuhi. Misalnya di Kalimantan dan Sulawesi Selatan serta beberapa tempat lainnya ditemukan alat pemukul kulit kayu. Ini menunjukkan bahwa orang-orang pada zaman Neolitik sudah berpakaian.
Tembikar (Kokpot)

Jejak tembikar atau gerabah pertama kali ditemukan di lapisan atas bukit kerang di Sumatera, namun hanya ditemukan pecahan yang sangat kecil. Meski bentuknya hanya berupa pecahan-pecahan kecil, namun sudah dihiasi dengan gambar-gambar. Di Melolo, Sumba, banyak ditemukan tempayan yang ternyata berisi tulang belulang manusia.
Baca juga: Deklarasi Bangkok
Demikian penjelasan artikel di atas tentang Zaman Neolitikum: Definisi, Peninggalan, Ciri-ciri, Kapak Persegi semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca setia LecturerEducation.Co.Id